Powered By Blogger

Jumat, 30 Oktober 2009

Pentingnya Ilmu Pengetahuan

Oleh : Abdul Rahman (180 811 016)

Abdur Rahman (180 811 016)

Ahmad Sibawih (180 811       )

 

 

Pendahuluan

 

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya

Kata ilmu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya (Menurut id.wikipedia.org(

Orang yang berilmu derajatnya lebih tinggi daripada orang tidak berilmu “Kebodohan adalah aib, hanya keledai yang tidak malu akan kebodohanya” Dengan ilmu kita bisa beramal jariyah, dan ilmu tidak akan lapuk termakan usia. Kutipan kalimat diatas menunjukkan betapa pentingnya ilmu bagi umat manusia. Bahkan menuntut ilmu hukumnya wajib. Tak ada batasan usia untuk menuntut ilmu.

Ilmu pengetahuan bisa didapat dari bangku sekolah, pengalaman, dan lingkungan sekitar. Orang harus haus ilmu pengetahuan, akan selalu berusaha mencari tahu dan memiliki rasa ingin lebih tinggi. Seperti itukah yang kita rasakan…? Berbahagialah orang tersebut, karena ada banyak orang yang masa bodoh akan ilmu. Orang seperti ini akan tertinggal, dan tereliminasi dalam persaingan hidup.[1]

Melalui pembahasan tafsir tematik ini, diharapkan sedikit banyak mampu memberikan wawasan tentang Pentinya Ilmu Pengetahuan. Semoga makalah ini mampu menjadi pengantar diskusi kelas yang hangat dan dinamis.

 

 

Pentingnya Ilmu Pengetahuan

 

Bur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ

122.  Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

 

Sangat jelas dalam ayat diatas adanya perintah dari Allah kepada kaum mukminin agar ada sebagian di antara mereka yang pergi menuntut ilmu agama. Jangan sampai semua orang pergi ke medan perang untuk berjihad langsung melawan musuh. Sebab, bagaimanapun juga harus ada orang-orang yang memiliki pengetahuan agama untuk berdakwah dan memperingatkan umat Islam tentang ajaran-ajaran agamanya. Termasuk memperingatkan para mujahidin ketika mereka telah kembali lagi dari medan perang.

Menukil pendapat Qatadah dan Hasan Al-Bashri, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) mengatakan bahwa hendaknya jangan semua kaum muslimin pergi berjihad dan meninggalkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seorang diri. Akan tetapi, seyogyanya ada sekelompok orang dari setiap golongan yang tetap tinggal bersama Rasul di Madinah untuk mendalami ilmu agama, supaya mereka dapat mengingatkan orang-orang yang pergi berperang ketika kembali lagi dari perangnya.[2]

 

ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ

 

"Artinya" (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Al-Zumar : 9)

 

Sesungguhnya, jawaban dari pertanyaan Alah ini sudah jelas, yakni jelas tidak sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui. Bagaimanapun juga, ini adalah dua hal yang kontradiktif. Sebagaimana halnya orang yang bisa melihat tentu tidak sama dengan orang yang buta, orang yang bisa mendengar pasti berbeda dengan orang yang tuli, orang yang bisa berbicara pun tidak sama dengan orang bisu, laki-laki berbeda dengan perempuan, dan seterusnya. Tentu, dua hal yang bertentangan tidak akan bisa disamakan. Akan tetapi, bagi orang inkar Sunnah, dua hal ini bisa menjadi sama tanpa ada perbedaan.

Kenapa demikian? Karena dalam ayat tersebut Allah sudah memberikan penjelasan yang sudah jelas, bahwa “Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” Artinya, apabila Islam ini hanya butuh Al-Qur`an saja dan setiap orang Islam cukup memegang Al-Qur`an, apalagi Al-Qur`an sudah jelas dan terperinci (menurut versi sesat mereka); maka tidak ada lagi perbedaan antara orang Islam yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada lagi yang namanya orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui. Semuanya dianggap sudah mengetahui!

Juga Allah berfirman dalam al-Qur'an

* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ

" Artinya "Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. (al-Isra' : 70)

 [862]  Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.

Jelaslah bahwa manusia dengan upayanya yang sungguh – sungguh mencapai status semacam itu, sehingga mata, telinga dan hatinya menjadi bersifat hilahiah; maka apa pun yang dia inginkan, terjadilah. Pada sebagian hadits, kia membaca : “ Barang siapa mengikhlaskan amalnya selama empat puluh hari, Allah akan memenuhi hatinya dengan kebijaksanaan.” Dikakatakan juga, “ Ilmu adalah cahaya yang di isikan kedalam hati oleh Allah kepada orang yang dikehendaki-Nya. ”

Untuk dapat mencapai status kemanusiaan dan unuk mencari maqam (kedudukan) yang tinggi, pertama2 kita memahami diri kita sendiri, baru kemudian kita akan mengenal Tuhan kita, sebab orang yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. Untuk mencapai tingkatan ini tidaklah mungkin selain dalam naungan kepauhan kepada hukum2 Tuhan dan dengan meyingkirkan segala keburukan yang tercela dari diri kita, lalu menghiasi diri kita dengan kebijakan2 yang berharga seperti ilmu pengetahuan,kejujuran, kesalehan, heroisme akhlaq, kerendahan hati, ketulusan hati, dan takhliyah serta tahliyah (Mengisi kebaikan dan dan membuang keburukan).

Dalam wahyu pertama Rasulullah saw. Allah telah berfirman :

ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ

 “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang Mengajar manusia (dengan) perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. ” (Q.S. Al ‘Alaq : 1 – 5).

Pada ayat itu, perhatian pertama ditarik pada pemberian ilmu, lalu pada khilqat (penciptaan) manusia. Dan pada banyak ayat yang sejenis orang2 yang arif telah diajak bicara melalui inspirasi, seperti : “ Dan Dialah yang menjadikan bintang2  bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan malam di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda2  kebesaran (Kami) kepada orang2 yang mengetahui. ”  (Q.S. Al An’am : 97 )   

Makna ilm (Ilmu pengetahuan) ini adalah kemampuan mengenal Tuhan, dan ilmu pengetahuan ini tidak mempunyai batasan. Allah menyuurh kepada rasul-Nya (yang mengetahui lebih banyak dari pada semua makhluk) untuk berdoa : “ Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Q.S. Thaha : 114). Beberapa pernyataan dari ahlulbait tentang pentingnya ilmu dan hikmah[3] :

 

1.      Imam Ali bin Abi Thalib pernah tentang khair (kebaikan), ia mengatakan, “kebaikan bukanlah ketika engkau memiliki lebih banyak kekayaan dan anak2 . Kebaikan ialah ketika ilmumu bertambah.”[4]

2.      Kumail mengatakan, “ Amirul mukminin (Imam Ali) menggandeng tanganku dan membawaku keluar  kota. Ketika kami sampai di hutan belantara, ia menarik napas dalam2 dan berkata, “ hai Kumail ! Hati ini adalah harta hikmah dan ilmu. Hati yang paling baik adalah hati yang memberi lebih banyak ruang untuk ilmu dan hikmah. Ingatlah selamanya apa yang aku katakana kepadamu.”

Ada tiga jenis manusia. Pertama, orang yang mengenal Tuhannya. Kedua, murid jalan keselamatan dan kebenaran. Dan Ketiga, sekelompok orang yang mirip lalat yang mengikuti setiap suara dan terbawa ke segala arah angina bertiup. 

Wahai Kumail ! Ilmu adalah lebih baik dari pada uang dan kekayaan. Ilmu adalah penyelamatmu, sedang kamu harus menjaga kekayaanmu. Uang dan harta benda berkurang karena digunakan, tetapi ilmu bertambah dengan disebarkan,

Wahai Kumail ! Ilmu adalah satu2 nya kepercayaan manusi dan manusia harus selalu mengikutinya. Setiap orang harus selama hidupnya mengambil jalan kepatuhan dan harus meninggalkan kenangan yang baik, setelah kematiannya. Ilmu adalah pemmpin sedangkan uang adalah yang di pimpin.

Kemudian ia menunjuk kedadanya (seraya mengatakan), disinilah melimpahnya ilmu dan hikmah. Semoga aku dapat bertemu pembawanya. 

3.      Imam Ali meriwayatkan dari Nabi saw. Bahwa beliau bersabda, “pada hari kiamat, darah syuhada akan ditimbang dengan tinta dan tulisan ulama, dan akhirnya tinta ulama akan lebih berat ketimbang darah syuhada.”

4.      Diriwayatkan dari Imam Shadiq, “ Pada hari kiamat, Allah Yang Maha Kuasa akan memanggil ulama dan abid (ahli ibadah). Lalu dia akan menyuruh kaum abid untuk berjalan ke surga, tetapi kaum ulama akan di minta untuk menunggu dan menjadi perantara bagi orang2 yang telah mereka ajar.”

5.      Imam Baqir berkata, “ Nilai seorang yang berilmu yang telah memberi manfaat kepada masyarakat adalah lebih banyak dari pada ibadah 70 ribu ahli ibadah”.

6.      Imam Shadiq berkata, “ Satu rakaat salat orang alim (berilmu) adalah lebih bernilai dari pada 70 ribu rakaat salatnya seorang abid”.

7.      Telah diriwayatkan dari Nabi saw. “ bahwa keutamaan seorang ulama dibanding seorang ahli ibadah adalah seperti bulan purnama dibandingkan semua bintang ”.

8.      Diriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah mengatakan kepada Imam Ali, “Tidurnya seorang alim adalah lebih baik dari pada seribu rakaat salat seorang abid”. Wahai Ali ! Tidak ada kemiskinan yang lebih berat daripada kebodohan, dan tidak ada ibaddah yang dapat menyamai kontemplasi (perenungan)

9.      Imam Shadiq diriwayatkan telah mengatakan, “ Bekerja tanpa ilmu adalah seperti bepergian di luar jalan, semakin jauh pula dia menjauh dari jalannya.”[5]

 

ö@è% `tB >§ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur È@è% ª!$# 4 ö@è% Mè?õsƒªB$$sùr& `ÏiB ÿ¾ÏmÏRrߊ uä!$uŠÏ9÷rr& Ÿw tbqä3Î=ôJtƒ öNÎgÅ¡àÿRL{ $YèøÿtR Ÿwur #uŽŸÑ 4 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o 4yJôãF{$# 玍ÅÁt7ø9$#ur ÷Pr& ö@yd ÈqtGó¡n@ àM»uHä>à9$# âqZ9$#ur 3 ÷Pr& (#qè=yèy_ ¬! uä!%x.uŽà° (#qà)n=yz ¾ÏmÉ)ù=yÜx. tmt6»t±tFsù ß,ù=sƒø:$# öNÍköŽn=tã 4 È@è% ª!$# ß,Î=»yz Èe@ä. &äóÓx« uqèdur ßÏnºuqø9$# ㍻£gs)ø9$# ÇÊÏÈ

"Artinya"Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".

 

 

tA$s%ur šúïÏ%©!$# (#qè?ré& zNù=Ïèø9$# öNà6n=÷ƒur Ü>#uqrO «!$# ׎öyz ô`yJÏj9 šÆtB#uä Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ Ÿwur !$yg9¤)n=ムžwÎ) šcrçŽÉ9»¢Á9$#  (  ألقصص ÇÑÉÈ )

(Artinya) Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".

 

óOs9r& ts? ¨br& ©!$# tAtRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $oYô_t÷zr'sù ¾ÏmÎ/ ;NºtyJrO $¸ÿÎ=tFøƒC $pkçXºuqø9r& 4 z`ÏBur ÉA$t6Éfø9$# 7Šyã` ÖÙÎ/ ֍ôJãmur ì#Î=tFøƒC $pkçXºuqø9r& Ü=ŠÎ/#{xîur ׊qß ÇËÐÈ šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøƒèC ¼çmçRºuqø9r& šÏ9ºxx. 3 $yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 žcÎ) ©!$# îƒÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ ()

 

27. Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.

28.  Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

 [1258]  yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.

Penutup

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.

Kata ilmu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui.

ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.

 

Daftar Pustaka

 

-         Muhammad Sayyed Thanthawi, Al-Tafsîr al-Wasîth (Maktabah Syamilah), h. 1/656

-         Dra. Siti MukaromahGuru Bahasa Jepang SMAN 2 Bojonegoro

-         Muhammad Sayyed Thanthawi, Al-Tafsîr al-Wasîth (Maktabah Syamilah), hlm. 1/656

-         Ibid Imam Ali bin Thalib

-         www.dakwatuna.com/2008/marifatullah-bagian-1

-         Tim Penyusun Mu`jam Alfâzh al-Qur`ân al-Karîm (Kairo: Majma` al-Lughah al-Arabiyyah, 1996), v 3, h. 14

 



[1]Dra. Siti MukaromahGuru Bahasa Jepang SMAN 2 Bojonegoro

[2] .Lihat; Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur`an/Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari/juz 3/tafsir ayat 122 surat At-Taubah/CD Program Islamic Books, Kairo.

[3]  Muhammad Sayyed Thanthawi, Al-Tafsîr al-Wasîth (Maktabah Syamilah), h. 1/656

[4] Ibid Imam Ali bin Thalib.

[5]  www.dakwatuna.com/2008/marifatullah-bagian-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar